Rabu, 02 Maret 2016

Memilih yang Pasti

Malam itu hujan memberikan kesempatan dua sahabat lama untuk berbincang panjang. Sejak maghrib tetes-tetes dari langit itu tak kunjung lengang ritmenya, hingga jam menunjukkan pukul 22.00 WIB. Handphoneku beberapa kali berdering, pesan dari orang rumah yang mengingatkan bahwa sudah malam, dan perintah untuk lekas pulang. Aku bilang di sini masih hujan cukup deras. Dan mata minusku ini tidak siaga jika mengemudi saat hujan, apalagi di malam hari. Padahal jarak dari rumah temanku ini tak jauh dari rumahku. Sekitar 10 menit jika ditempuh dengan motor. Tapi ngeri juga kalau sudah malam begini, jalanan sudah sepi. Maklum, kami bukan tinggal di kota besar, hanya di pinggiran. Akhirnya setelah mendapatkan izin dari orang tua, aku memutuskan untuk menginap, memenuhi permintaan sahabatku yang kebetulan bapak ibunya sedang tidak di rumah.

“Mungkin pada akhirnya wanita akan menyerah pada sesiapa yang dinantikan dan diharapkannya. Seseorang yang disimpan dalam diam panjangnya, maksudku. Berpaling pada seseorang yang lebih siap dan matang di hadapannya,” ungkapku sambil menatap langit-langit kamar yang gelap. Lampu sudah sejak berjam-jam tadi dimatikan, tapi kami masih tetap terjaga. Berbincang panjang mengenai keresahan yang seperti benang kusut memenuhi pikiran.

“Iya, wanita cenderung akan begitu. Memilih yang pasti,” tambah lawan bicaraku. Lalu ada hening yang lama. Suara hujan di luar semakin menenggelamkan kami pada pikiran masing-masing.

“Tapi...,” aku ragu-ragu memecah keheningan, “bisa saja seseorang yang disimpannya dalam diam panjangnya itu kelak benar-benar jadi sesorang di hadapannya.”

“Tetep. Ngarep. Hahaha.”

“Hahaha,” aku ikut tertawa, “Terserah Allah aja lah. Siapapun.”

Karena Ia sebaik-baik pemberi kepastian.


“....and some say love is holding on
And some say letting go”
-Perhaps Love by John Denver-




Tidak ada komentar:

Posting Komentar