Senin, 23 Januari 2017

Catatan Perjalanan; Uncovered Purwakarta

Haaaaiiii... kali ini saya akan cerita tentang perjalanan kami meng-eksplor tempat-tempat yang masih belum mainstream di Purwarta. Bisa dibilang ini trip dadakan. Karena dini hari pas hari H, panitia trip ini masih di Cilegon-Benten, dan baru sampe Karawang jam 7an. Padahal sebelumnya bilang mau kuy dari Karawang jam 8   -___-

Setelah berngaret-ngaret ria, kami --saya, Wulan, Ita, dan Kang Maman (kami biasa manggil dia Mamih karena satu dan lain hal, hahaha)-- baru start dari Karawang jam 10 lewat. Tujuan pertama perjalanan kali ini adalah silaturrahim ke rumah Kang Dani, salah satu anak Pintu Nusatara yang adalah temen dari Kang Maman, tapi otomatis jadi temen kita karena kita juga temennya Kang Maman :D

Sekitar jam 12 kita sampe rumah Kang Dani. Setelah shalat dzuhur dan istirahat, Kang Dani yang kata Mamih nggak bisa diem itu, ngajak (atau diajak?) kita ke Curug Keramat. Pernah denger curug ini? Kalo saya sih baru pertama denger nama curug ini di Purwakarta. Katanya sih emang belum bayak yang tau keberadaan curug ini.

FYI, jalan ke curug ini tuh lumayan horor karena banyak tanjakan dan banyak juga jalan yang rusak. Jangan bayangkan bisa masuk mobil, ketemu motor lawan arah aja, salah satunya harus berhenti. Saran saya, bagi yang mau ke curug ini, harus dengan kondisi kendaraan yang vit. Kami pakai 3 motor ke sana, Kang Dani yang pake motor sport trail landjar djaya sampe duluan. Sisanya, kami berempat yang pake motor matic dan motor batang gede, cukup keripuhan dengan medan jalan ini. Sempet juga saya dan Ita harus turun dulu dari motor, karena motornya nggak kuat nanjak :’)

Akhirnya setelah ber-roller coaster, kami tiba di kaki curug sekitar jam setengah 3. Tidak ada simaksi untuk masuk ke curug ini, semuanya gratis tis tis. Belum ada tiket masuk ataupun parkir. Kan saya bilang di awal, kali ini kami akan explore tempat-tempat anti mainstream, Uncovered Purwakarta. Paling hanya perlu izin ke warga sekitar. Tidak ada kewajiban sih. Tapi dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Biasakan selalu jaga sopan santun yaa guys! Sapa juga warga sekitar yang kalian temui. Mereka semua ramah dan senang ketika kita sapa. Oh iya, kebanyakan rumah warga di sini adalah rumah panggung. Makin menambah suasana pedesaan yang asri, apalagi ditambah cuacanya yang sejuk.

Setelah menitipkan motor di halaman rumah warga, kami memulai tracking jalan kaki menuju curug. “Track ke curugnya datar, kok!” kata tour guide kita kali ini, Kang Dani. Oke, aman, pikir saya yang belum temenan sama track tanjakan. Seketemunya dengan tanjakan, langsung deh saya teriak, “Datar yaaa tracknyaaaa!” memastikan kang Dani yang mimpin rombongan di depan bisa denger. Yang dituju cuma cengengesan, hehehehe.

Tapi mayoritas tracknya emang tanah yang relatif datar, meski akan nemu beberapa tanjakan juga. Kita akan disuguhkan bermacam view sebelum sampai ke curug Keramat; semak terbuka, hutan bambu dan berbagainya, sawah dengan latar pegunungan kayak yang kita gambar pas di SD, sampai sungai dimana air curug mengalir.

Sekitar 30 menit-an tracking, sampailah kami di tujuan. Ternyata selain kami ada juga satu rombongan yang sudah sampai terlebih dulu di sana. Dan beberapa anak-anak warga sekitar yang sedang mencari udang di balik batu.  

Curug Keramat ini memang tidak terlalu besar debit airnya. Dalamnya pun hanya sekitar 10 cm. Tapi kalian bisa tetep main air langsung dari air terjunnya yang dingin dan segar. Kata Kang Dani sih, di atas ada lagi dua curug yang debit airnya lebih besar. Tapi lumayan, harus tracking lagi sekitar 1-2 jam, dan tracknya curam edan plus belum ada segala macam bala bantuan, seperti webing. Kalau mau ya harus bongkar pasang webing sendiri. Yaaa.. namanya juga uncovered :P




Kami memutuskan untuk stay aja di curug pertama ini. Kang Deni langsung buka day packnya yang apa aja ada. Keluarlah kompor, nesting, gelas, dan segala perlengkapan ngopi. Yeeeey, ngopi kitaaaa! Sementara Kang Dani sibuk menyiapkan kopi, ciwi-ciwi sibuk berfoto ria, dan Kang Maman sibuk fotoin kita, hahaha.






Puas main-main air dan kedinginan, perut mulai konser. Sudah lewat jam makan siang dan perut saya hanya diisi sekotak kopi instan tadi pagi. Laper beraaaaat! Kami langsung buka bekal yang sudah kami siapkan dari rumah; saya bawa goreng teri dan sayur buncis, mbaul bawa tempe ulek, dan de ita bawa (beli sih lebih tepatnya) ikan tongkol, acar, dan sambel. Gelar kertas nasi dan campurkan semua menu jadi satu. Serbuuuuu...!!!



Selesai makan kita langsung turun dari curug. Selain tubuh yang udah kedinginan minta diganti baju cepet-cepet, kita juga ngejar shalat ashar dibawah, dan rencananya kita akan langsung cus ke destinasi kedua; Bukit Cupu. Sekitar jam 4 kami turun dari curug. Tidak seperti saat pergi tadi, perjalanan pulang dari curug terasa lebih ringan dan cepat, meski dengan baju kami yang basah.

Kami berhenti dulu di masjid yang berdekatan dengan Villa milik Pak Dedi Mulyadi, Bupati Purwakarta, sekaligus berdekatan dengan rumah teman Kang Dani dan Kang Maman. Setelah saya salin baju (yang lain memutuskan untuk tidak salin karena tidak terlalu basah) dan shalat di masjid, juga istirahat sebentar, kami melanjutkan perjalanan ke Bukit Cupu.

“Deket kok dari sini!” kata tour guide kita itu tuh. Padahaaaaal... sejam kemudian kita baru sampe di Bukit Cupu. Hahahaha. Type-type tour guide profesional banget emang Kang Dani ini. Kalo lagi di track nanjak, bilang sebentar lagi juga tracknya datar. Kalo ditanya pucuk, bilang sebentar lagi sampe. Tapi nggak datar-datar, tapi nggak nyampe-nyempe :P

Tapi asli, selama di perjalan menuju Bukit Cupu itu, bayak view keren di sana-sini. Jadi lumayan nggak berasa. Dinikmatin aja prosesnya. Termasuk pas kena macet gegara peralihan jalan tol, jadi mobil dan bus gede semuanya lewat jalur situ.
Sekitar jam 6 petang kami sampai di kaki bukit. Sama seperti curug Keramat tadi, tidak ada simaksi untuk mendaki Bukit Cupu ini. Hanya, kami memutuskan untuk memarkir motor kami di batas maksimal motor bisa nanjak, dan tidak ada rumah penduduk apalagi lahan parkir di situ. Kalian harus tawakal menitipkan motor kalian di situ, tentu setelah usaha dengan mengunci stang motor atau pakai kunci ganda. Kalau takut hilang, sebenarnya ada rumah penduduk di bawah, tapi konsekuensinya kalian harus jalan lumayan lagi untuk menuju Bukit Cupu.

Tidak begitu lama jalan di lahan terbuka, kemudian pendakian di mulai. Wuiiih.. tracknya cukup curam, di beberapa titik bisa sampai 70 derajat, tanpa ada webing, pun pepohonan yang bisa kita jadikan pegangan. Eh, sebenarnya banyak pepohonan di sekitar, malah kita kayak ada di terowongan yang terbentuk dari pepohonan gitu. Tapiiii... tidak ada batang kuat yang bisa dijadikan pegangan di pinggir-pinggir track kita. Eh, sebenernya juga ada sih batang pepohonan, tapi kalian harus hati-hati karena banyak batang yang berduri di terowongan itu. Tidak direkomendasikan berpegangan ke batang-batang pohon disamping atau atas terowongan itu, sih. Mending ke temen seperjalanan kalian aja.

Track Bukit ini dominan tanah dan batu-batu besar. Hampir berasa kayak climbing sih jatohnya (kayak yang pernah aja, hahaha), kita perlu nyari pijakan dan pegangan di bebatuan atau akar. Banyak juga batu-batu kecil yang kalau kita injak akan jatuh “maruluk” ke bawah. So, hati-hati ya. Harus tetep waspada. Takutnya bebatuan itu kena teman di belakang kalian, atau malah kalian yang kena dari teman di depan. 

Sekitar 15 menitan, kami sampai di dataran terbuka yang lumayan luas. Sebernernya dari sini juga udah terlihat city view purwakarta, tapi nggak 360 derajat kayak di pucuk lah. Sayang, cuaca tidak mengizinkan kami untuk melanjutkan perjalanan.

“Sampe sini aja deh, kita” (ini bukan adegan mutusin pacar loh yaa)
“Awannya ke arah sini, bentar lagi juga ujan. Apa mau lanjut? Pada bawa jas ujan, kan? flysheet tadi mana?” lanjut Kang Dani
“Di motor semua, Kang” jawab kita, dengan mutados.
“Siap ujan-ujanan?” tanya Kang Dani
“Siaaaap!” Kang Maman doang yang jawab sendiri, hahaha.

Tadinya kita mau melanjutkan perjalanan sehabis adzan maghrib, tapi cuacanya makin ekstrim, banyak kilat meski belum turun hujan. Maka dengan pertimbangkan keselamatan kami, akhirnya kami memutuskan untuk turun. Gagal lagi mucuk untuk kedua kaliya setelah Parang, gegara alasan yang kurang lebih sama. Huhuhu. Tapi yang terpenting bukan puncaknya sih, tapi prosesnya. Sekali lagi, silahkan dinikmati :)

Kami turun hanya berbekal dua lampu flash dari hp, karena benar-benar tidak ada plan sebelumnya mau nanjak, apalagi sampe gelap. Baru beberapa menit jalan, hujan sudah mengguyur, langsung deras, dan anginnya lumayan kenceng. Track yang tadi lumayan susah untuk ditanjak, makin susah lagi diturunin pas cuaca kayak gini. Edaaaaaan...

Buat Kang Maman yang belum lama ini udah naklukin badai Rinjani sih ini bukan apa-apa. Pun buat Kang Dani yang kemampuan survivalnya sudah tak diragukan lagi. Wulan juga udah beberapa kali naik, merbabu dan gede, yang pasti ada tracking malemnya. Nah saya? Ini baru pertama kalinya ada di perjalan, gelap, dan badai, duh Gustiiii. Asik bener!

Tapi justru momen di sini yang paling berbekas seperjalanan ini. “Ini baru namanya sekolah alam! Belajar ngejagain temen, ngebantu temen,” kata Kang Dani. “Ih, asik yaaa!” kata Kang Maman. Ah kaliaaan, bahkan seburuk-buruk keadaan pun masih selalu ada celah untuk menikmati dan mensyukuri. Good vibes dari kalian benar dapat memudarkan khawatir dan takut kami.

Beberapa kali saya bilang dalam tulisan saya, bagi saya, salah satu yang terpenting dalam perjalanan itu adalah sesiapa yang membersamai saya. Karena dalam perjalanan, hampir selalu hadir hal-hal yang tak terduga.

Amannya, bersamai perjalanan kalian dengan orang-orang yang bisa menjaga kalian, mengerti alam dan cukup berpengalaman, asik dan nggak baperan, eh kok ke sini ya, nanti ujung-ujungnya jadi type suami idaman lagi, hahaha. Sudah, sudah.

Balik lagi ke drama turunnya kita. Kang Maman mimpin jalan turun di depan berbekal flash hp, di susul saya, de ita, mbaul, dan Kang Dani yang jaga di paling belakang. Di track-track yang curam banget, ciwi-ciwi milih untuk jalan jongkok bahkan seserodotan. Gak usah takut kotor, nak! Udah terlanjur.

Waktu turun kita sepertiya jadi berkali lipat dari waktu naik. Udah nggak sadar waktu sih, yang jelas udah gelap. Hujan masih awet, sampe kita sampe tempat naro motor tadi, bahkan sampe kita sampe rumah Kang Dani lagi!

Sampai rumah Kang Dani kita langsung bersih-bersih. Pinjem salin sana-sini, hahaha. Saya Cuma bawa salin satu baju dan udah dipake pas tadi ganti di masjid. Sementara mbaul baju salinnya kebasahan. Cuma de Ita yang aman karena bajunya di plastikin.

Dan kalian tau kami salin pake apa? Jas ujan! Eh saya mah nggak, deng. Untungnya Kang Maman bawa baju panjang dan Kang Dani punya celana training panjang juga. Sementara temen saya yang satu lagi itu tuh, kalian tau kan siapa, iya dia, dapet baju salinnya cuma baju dan celana pendek, dan akhirnya harus di double pake jas ujan. Masak pake jas ujan, makan pake jas ujan, sampe nyuci piring pake jas ujan. Udah kayak ada di planet lain aja deh pokoknya kita, hahahaha.

Setelah perut kenyang, kita pamit ke Kang Dani. Walaupun nggak rela ngelepasin kita, kita harus pulang, Kang. Nanti bisa-bisa dikeluarin dari Kartu Keluarga kalo nggak pulang. Meskipun kita juga berat untuk melangkah pulang. Racun banget sih merekaaaa!

“Yuk ke lembu. Tenda ada, flysheet, hammock, kompor. Pulangnya besok pagi aja. Kita ngeliwet di atas.”
“Iya, kita nanjak malem. City viewnya keren kalo malem. Terus liat matahari terbit paginya.”

Tapi akhirnya jam 10 lewat kita benar-benar angkat kaki dari rumah Kang Dani. Dengan berbagai perjanjian sebelumnya, hahaha.
“Pokoknya kalian punya utang ngecamp ya”
“Kalian masih punya utang ke puncak Cupu ya”
Aaaaak... dengan senang hati! Mari agendakan! :D

Hujan masih gerimis, kadang lebat lagi. Alhamdulillah perjalanan pulang lancar, dengan kecepatan tidak lebih dari 40 km/jam ciwi-ciwi bisa sampe rumah jam setengah 12an. Sementara kakak panitia, peje, cepe, yang tadinya bilang mau tidur di basecamp atau kostan, malah pulang ke Subang dan baru ngabarin sampe rumah jam setengah 2an. Ga ada matinya emang nih orang! Hahaha. Apapun, terima kasih!

*PS: Maaf kami tidak berhasil mendokumentasikan view Bukit Cupu. Tadinya mau foto-foto di puncak, eh nggak sampe puncak, nggak kesampean deh fotonya. Hutang yaaa.. Nanti nyusul kalo kita udah mucuk B-)


Seincerely,
Riana