Rabu, 10 Juli 2013

Aku Ingin Menjadi Akhwat…

Edisi I: Mulai menutup aurat dengan sempurna

Sejak SD, karena orangtua saya menyekolahkan di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT), maka saya sudah akrab dengan kerudung. Sehingga, walaupun setelah itu saya masuk SMP dan SMA negeri, saya tetap memakai kerudung ke sekolah. Begitupun jika keluar rumah, tapi masih dengan kerudung dan celana jeans khas remaja pada umumnya.

Menginjak akhir masa kelas 2 SMA, karena kegemaran saya pada dunia tulis-menulis, bergabunglah saya dengan sebuah forum kepenulisan, Forum Lingkar Pena (FLP). Alhamdulillah, melalui teman-teman di FLP ini lah kesadaran saya untuk menutup aurat secara sempurna muncul.

Awalnya, seperti pandangan kebanyakan orang pada umumnya, saya juga memandang wanita-wanita yang memakai jilbab besar itu aneh. “Kenapa harus gede-gede sih? Kan ribet, yang kecil aja cukup kali, yang penting kan rambutnya ketutupan!” saya sering berpikir seperti itu. Atau “Nih orang, pake sandal kok tapi pake kaos kaki?! kedinginan kali ya? Tapi nggak ah, orang panas begini!”

Peran media yang membentuk opini “Wanita yang pake cadar atau jilbab lebar tuh istrinya teroris” membuat saya makin antipati kepada akhwat. Kesan yang timbul kepada mereka adalah eksklusif, penyendiri, dan anti sosial, tidak mau beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.

Tapi, ternyata kesan itu sirna dalam sekejap ketika saya bertemu dan berinteraksi langsung dengan akhwat-akhwat ini. Ya, di FLP Karawang angkatan pertama, semua anggota wanitanya adalah akhwat yang menutup auratnya dengan sempurna. Sejak pertemuan pertama saja, saya sudah merasa nyaman dengan mereka, tidak ada perasaan takut dan terasingkan. Mereka sangat welcome dan memperlakukan saya seperti adik bungsunya, karena umur saya yang paling muda diantara anggota lainnya. Bungsu, panggilan sayang mereka kepada saya.

Semakin lama saya berinteraksi dengan akhwat-akhwat ini -walaupun intensitasnya yang tidak terlalu sering, hanya 2 minggu sekali- saya semakin kagum dengan kepribadian mereka yang tulus tanpa dibuat-buat. Ada teh Een yang pemalu dan keibuan, ada teh Lina yang sangat terbuka dan setia mendengar cerita-cerita saya, Ada teh Vita yang lugu dan sabar, Ada teh Neneng yang semangat dan ceria, dan masih banyak lagi. Kepribadian mereka berbeda-beda, tapi satu hal kesamaan yang saya tangkap, mereka sangat baik.

Memang benar sabda Nabi kita, bertemanlah dengan pedagang minyak wangi, maka kau akan terciprat wanginya. Bagaimanapun, faktor lingkungan sekitar memang begitu penting. Dengan siapa kita bergaul, dengan siapa kita berbagi pengalaman dan bertukar pendapat, itu sedikit banyak akan membentuk kepribadian kita. Berteman dengan ukhti-ukhti nan shalehah, membakar semangat kita agar kelak bisa menjadi seshalihah mereka. Setidaknya, begitulah yang saya rasakan.

Selanjutnya, tanyakan kepada hati nurani kita, seperti sabdanya, shollallahu alaihi wasallam.

“Mintalah fatwa dari hatimu,.. Kebaikan itu adalah apa-apa yang jiwa dan hati tentram padanya. Dan dosa itu adalah apa-apa yang mengusik dalam jiwa & ragu-ragu dalam hati walaupun orang-orang memberikan fatwa padamu untuk membenarkannya.”


Dan keinginan itu pun muncul, keinginan untuk menjadi seperti mereka, akhwat-akhwat yang taat pada Rabbnya. Keinginan untuk patuh kepada perintah Allah, utamanya..


“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al Ahzab : 59)

Bismillah, saya sedikit-sedikit mulai memperbaiki diri…

Dimulai dari memakai rok, karena koleksi rok saya hanya ada 4 buah, itupun yang 2 rok SMA, hehe, jadi prosesnya tidak sekaligus. Saya masih pakai celana jeans terkadang, sambil menambah koleksi rok saya. Oh iya, mungkin ada yang tanya kenapa sih harus pakai rok? Karena jilbab itu adalah pakaian yang tidak membentuk bagian tubuh wanita, tidak press body, sehingga pakai rok dengan atasan longgar, atau gamis adalah solusinya.  



Selanjutnya kaos kaki, terkadang saya pake rok tapi nggak pake kaos kaki, tapi kadang juga pake jeans tapi pake kaos kaki xD Begitulah, namanya juga proses :P Nah, kalo ada yang tanya, kenapa sih harus pake kaos kaki? Buka lagi tulisan saya sebelumnya tentang kaos kaki ya, ada kok di blog ini. Intinya sih, karena kaki juga termasuk aurat kita yang harus ditutupi, girls!

Terakhir, saat saya sudah istiqamah dengan rok dan kaos kaki, kurang lebih ketika saya memasuki semester 2 bangku perkuliahan, baru saya mulai melebarkan kerudung saya. Kadang, karena kerudung zaman sekarang yang udah kayak saringan, saya harus mendoublenya supaya tidak tembus pandang. Nah, ini nih yang diawal-awal saya tanyakan, kenapa sih pake kerudung kok gede-gede amat, ribet! Jawabannya ada di Al-Qur’an surat An-Nuur ayat 31 nih..

“…Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kedadanya,…”

Jadi kerudung itu fungsinya bukan cuma untuk menutupi rambut kita aja girls, tapi juga harus diulurkan sampai menutupi dada ya..! :)

Tantangan pun muncul…
Tentu akan banyak pertanyaan dari lingkungan sekitar tentang perubahan yang kita lakukan. Ini hal yang sangat wajar. Kuncinya hanya satu, keteguhan niat kita. Jika ada pertanyaan dari siapapun, tunjukkan pada mereka keteguhan niat kita, ungkapkan pada mereka alasan mengapa kita melakukan perubahan ini, karena perintah Allah, insyaaLlah mereka akan menerima dan mendukung langkah kita.

Jika malah gunjingan dan cemoohan yang muncul, atau persepsi negatif seperti di cerita awal saya memandang akhwat dengan cap istri teroris, eksklusif, dan anti sosial, biarkan saja anjing menggonggong khafilah berlalu. Baiknya, do’akan agar mereka mendapat hidayah.

Dakwah ini…
Masih banyak keluarga, sahabat, dan teman-teman disekitar saya yang belum menutup auratnya dengan sempurna. Ada banyak kata sebenarnya yang ingin saya ungkapkan, tapi selalu kelu ketika sudah berhadapan dengan mereka. “Ah, bagaimana kalau nanti dia tersinggung?” “Ah, dia kan lebih tua, tidak sepantasnya saya…” dan masih banyak lagi kekhawatiran lain yang muncul.

Maka, saya lebih memilih media seperti tulisan ini. Semoga Allah membuka hati-hati mereka yang saya sayangi, memberikan hidayah-Nya, hingga kelak kita dapat berkumpul di taman surga-Nya. Aamiin… :’)

11 Juli 2013 M / 2 Ramadhan 1434 H
Sincerely,

Riana Yahya