Minggu, 29 April 2012

Menggenggam Cinta


Pernah mata kita bertemu tatap
Lalu kucoba tunduk

Pernah hati ini berdebar lincah
Lalu kucoba redam

Belum saatnya!
Dulu, cegah imanku

Dan akhirnya…
Hari ini bisa kubebas luapkan
Segala sergapan rasa yang telah lama bersesak di dada



Telah terucap mitsaqan ghaliza itu…
Berhambur do’a dari sesama
BarakaLlahu lakuma wabaraka 'alaikuma wajamaa baina kumma fikhair

Kutangkupkan tanganku di atas milikmu
Menyusuri sela jari yang kosong
Tergenggam sudah cinta
Moga akan luruh satu satu dosa kita


Note: Dihadiahkan untuk semua teman yang telah berhasil menggenggam utuh cinta halalnya. BarakaLlah… Do’ain yang nulis juga cepet nyusul. Hihihi… ^_^

With Love,
Riana Yahya




Rabu, 25 April 2012

De Javu


Kakiku membawaku masuk ke sebuah rumah makan bergaya Eropa klasik di daerah Kemang. Selesai dua jam tadi menghabiskan waktu di super market untuk membeli berbagai kebutuhan rumah tangga bulanan, kini perutku berorasi untuk menuntut makan malam yang telah telat dua jam dari seharusnya.


Seorang pelayan restoran dengan dasi kupu-kupu di lehernya membukakan pintu dan menyunggingkan senyum ramah sambil mengucapkan salam, “Selamat malam, Bu!”
“Malam!” aku membalas senyumnya ramah.
“Untuk berapa orang?”
“Satu.”
“Baik, mari saya antar.”
“Terima kasih.”
Aku mengikuti langkahnya yang terarah ke sudut ruangan. Dia pun berhenti di sebuah meja bundar mungil yang ditemani dua kursi, masih dengan aksen Eropa klasik, berwarna putih gading dengan ukiran salur yang mendetail, cantik.
Dia menarik salah satu kursi itu, mempersilahkanku untuk duduk di atasnya. Setelah melihatku sudah nyaman dengan posisiku, dia mengeluarkan sebuah buku yang berisikan gambar menu-menu makanan yang biasa disantap bule-bule di Eropa sana. Aku pun menunjuk beberapa dari mereka. Lalu pelayan itu pergi dan berjanji akan datang dalam beberapa menit lagi.
Aku menatap bangku kosong di hadapku. Dua tahun lalu di atas bangku itu seorang pria hampir saja membuatku mati duduk.
“Kali ini aku saja yang pesankan, ya?”
Aku meliriknya curiga. Aneh, tak seperti biasanya.
“Just trust me, Rianti,” ia meyakinkan.
Aku luluh.
Tak berapa lama, para pelayan membawakan semua yang ia pesan. Tapi tak berapa lama lagi, beberapa orang kembali menghampiri meja kami. Kali ini bukan pelayan, karena mereka tidak membawa piring atau gelas, mereka membawa alat-alat musik dari mulai gitar, biola, saksofon, hingga pianika.
Aku menatapnya dengan keheranan penuh.
Surprise kecil,” ungkapnya manis.
Lalu mengalunlah lagu Bukan Cinta Biasa milik Afgan mengiringi makan malam romantis kami.
“Pasta ini akan lebih enak lagi kalau ditambah pepper. Ada di kotak bumbu samping tangan kanan kamu itu,” sarannya sambil menunjuk kotak yang ia maksud.
Aku pun menurut, ku buka tutup kotak bumbu itu. Tapi bukan pepper yang ku dapat, malah sebuah cincin berkilau yang bermatakan batu berwarna hijau zamrud.
Aku menutup mulutku yang terbuka–saking kagetnya–dengan kedua tanganku.
Ia malah tertawa kecil melihat sikap spontanku, “Kaget ya? Ini surprise besarnya,”
Ia membenarkan posisi duduknya yang tak salah, lalu menatapku serius, “Rianti, will you marry me?”
Aku tercengang. Tak menyangka ia akan menanyakannya secepat ini. Walaupun aku telah mengenalnya semenjak SMA dulu, tapi kami baru saja dekat enam bulan terkhir ini.
Aku mencoba tenangkan diri, mengatur nafasku yang tak teratur, meredam jantungku yang berdetak terlalu keras dan kencang–kurasa ia pun dapat mendengarnya. Aku memejamkan mata, menengok ke dalam dasar kalbuku, adakah namanya di sana?
I will,” jawabku tanpa keraguan akhirnya.
“Pesanannya, Bu,” suara pelayan itu memecah lamunan tentang memori terindahku.
Selesai memindahkan segala yang ada di atas nampannya ke meja di hadapanku, ia kembali berlalu. Kemudian sendok demi sendok, aku memindahkan makanan yang ada di hadapku itu ke dalam perutku yang kosong.
Sambil mengunyah, aku layangkan pandanganku ke sekeliling. Aku senang memperhatikan lingkungan di mana tempatku berada. Orang-orang dan aktifitasnya. Karena seringkali dapat menjadi ide untuk bahan tulisanku. Maklumlah.. penulis. Kapanpun di manapun, yang dicari adalah sang ide.
Secara serampangan mataku mencari objek yang akan aku amati. Dia terhenti di sepasang manusia yang sepertinya sedang dilanda virus cinta. Mata mereka berbinar ketika menatap satu sama lainnya. Ah.. aku jadi iri dengan mereka. Sudah lama sekali aku tidak mendapatkan tatapan mata seperti itu.
Aku terus mengamati mereka. Beberapa orang menghampiri meja mereka lalu melantunkan sebuah lagu, Bukan Cinta Biasa. Memberikan atmosfer romantisme yang tebal mambalut suasana makan malam mereka. Begitu bahagianya kedua sejoli itu. Ah.. ini seperti de javu bagiku. Sayangnya, wanita beruntung itu bukan aku.
Aku mengeluarkan telepon genggam dari tasku. Lalu membuka pesan singkat yang telah cukup lama menghuni kotak masukku. Kubaca lagi pesan itu sebentar, walaupun sebenarnya aku sudah hafal isinya karena hampir setiap malam sebelum tidur aku membacanya.
Kutekan menu reply, lalu mulai mengetik, ‘Baiklah, aku akan menandatangani surat perceraian kita. Sepertinya kamu telah memiliki pengganti yang lebih baik dariku,’ Send.
Aku kemudian berdiri meninggalkan mejaku dengan dua lembar uang seratus ribuan. Aku berjalan santai melewati dua sejoli itu sambil mengulaskan senyum terbaikku. Sang wanita membalas senyum perkenalanku ramah. Namun, sang pria yang sedang sibuk membaca pesan singkat di telepon genggamnya, pasi.

By: Riana Yahya



Be My Wife


“Damn! Why it’s so hard to say
Secret feelings locked away
Heaven knows I’ve always
Felt so much for you…”
Di sudut ruang cafĂ© yang temaran ini, suara merdu milik Kamga “Tangga” yang sedang mengisi live music di sini membawa fikiranku menuju satu titik. Kamu.. Erin.


Why it’s so hard to say? Sudah empat tahun lebih kita bersahabat, Rin. Sejak waktu MOS di SMA dulu kita dikerjai oleh kakak kelas yang menyuruh kita berakting sebagai sepasang kekasih. Setelah itu kita menjadi sahabat yang tak bisa terpisahkan. Di mana ada kamu, pasti di situ juga ada aku.
Tapi, hampir selama itu pula aku memendam perasaan ini, secret feelings locked away. Siapa yang tak menaruh  hati pada wanita lembut nan anggun sepertimu? Ditambah lagi kecerdasan intelektualitas dan inner beauty yang kamu pancarkan. Hampir semua pria normal di SMA kita mengagumimu, termasuk Robi, pria–yang katanya–paling populer di sekolah kita.
Dan kamu–tanpa butuh banyak waktu–menyadari itu, perasaan Robi yang ia tunjukan lewat perlakuannya yang berbeda padamu. Tapi mengapa kamu tak pernah menyadari perasaanku? Even… Heaven knows I’ve always felt so much for you.
“I’m not that romantic
Even worse I’m sarcastic sometimes
And now it’s time I tell you this
What’s always been my only wish…”
Kamga terus melanjutkan lantunan indahnya, yang setiap bait liriknya menohok kalbuku dalam.
I’m not that romantic. Aku tahu, aku tidak akan bisa berlaku seperti Robi yang katamu sangat romantis itu–padahal menurutku dia seorang raja gombal yang sangat memuakan, yang rutin mengirimimu puisi cinta setiap kali  kamu bangun dan hendak tidur, yang rutin memberimu bunga setiap kali perayaan anniversary kalian, sebulan, dua bulan, tiga bulan, setiap bulan! Bagaimana aku tak muak melihatnya?! Apalagi ketika ku tahu bahwa dia tak hanya mempersembahkan semua rayuan itu kepadamu, tapi juga kepada Vivi, Dini, dan Riri.
Sengaja aku bungkam, tapi terus berusaha untuk membuktikan agar kamu dapat melihat langsung kelakuan pria pujaanmu yang bejad itu. Hingga suatu hari akhirnya matamu terbuka…
“Aku nggak percaya, kenapa Robi bisa nge-empatin aku?! Apa salah aku? Apa aku kurang perhatian ke dia? Apa aku kurang…”
“Stop, Rin!!! Bukan kamu yang kurang, tapi emang cowok bejad itu aja yang bajingan!!! Stop, stop nyalahin diri kamu sendiri!!!”
Ah… betapa bodohnya aku saat itu. Bukannya menenangkanmu, aku malah membuatmu semakin terisak dalam. Ah… Even worse I’m sarcastic sometimes. Maafkan aku, Rin.
Maafkan juga atas kepengecutanku selama ini. Yang bahkan hingga perginya kamu ke negeri paman Sam untuk melanjutkan studimu di sana, aku masih juga terdiam kelu memendam perasaan ini.
“Radit, radit, kan?! Apa kabar? Long time no see!”
Aku mengucek kedua mataku. Halusinasi kah? Kamu ada di depanku sekarang, Erin?!
“Baik. Kamu… kamu bukannya di Amerika?” dengan terbata kucoba menjawab sekenanya.
“Iya, aku ngelanjutin kuliah di sana. Tapi, sekarang lagi libur summer, jadi aku pulang ke Indo.”
Aku yakin, ini bukan sebuah kebetulan. Ini adalah skenario terindah yang di buat Tuhan untukku. Bertemu denganmu malam ini…
 And now it’s time I tell you this, what’s always been my only wish…
“Erin, mumpung kamu ada di sini, aku mau ngomong satu hal yang dari dulu aku pendam. Mungkin akan agak sedikit mengejutkan kamu, but… whatever, I just can’t contain it again!
“Eventhhought I’m no spiderman or superman
I’ll be the one who guards you
Night and day and trust me
I don’t need no spiderweb or laser eyes
Cause you’re giving me
The strength to say
Share you life and be my wife…”
            Kamu hanya menunduk diam, namun jari-jarimu memainkan sebuah lingkaran mungil yang bertahtakan batu berkilauan di jari manismu.
***

*Kisah ini terinspirasi dari lagu tangga, yang berjudul sama seperti kissing ini, Be My Wife. Recommended for listening! 
By: Riana Yahya

Surat Kecil untuk Mamah

Mah…
Di keseharian kita, kita tahu bahwa kita bukan tipe orang yang sering mengumbar kata untuk mengungkapkan apa yang kita rasa.
Antara kita.. hampir tak pernah ada kata maaf untuk meminta maaf. Biasanya setelah masalah selesai atau amarah usai, kita akan berlaku lagi seperti semula, mesra, walaupun tanpa ada kata maaf. Paling, setahun hanya dua kali kata itu terucap, setiap usai shalat ied. Selebihnya, tidak pernah!
Antara kita.. hampir tak pernah ada kata terima kasih untuk segala jasa yang telah kita toreh. Biasanya kita akan menganggap semua yang telah kita lakukan itu adalah kewajiban, kewajiban anak kepada ibunya, maupun sebaliknya, kewajiban ibu kepada anaknya.
Semua ini berjalan terus, mengalir begitu saja. Hingga kini. Kadang aku ingin menyudahi tradisi yang telah mengakar ini antara kita. Kadang aku ingin memulainya, mengungkapkan semua yang ingin ku sampaikan untukmu, Mah. Tapi aku tak tahu, harus memulainya dari mana?
Maka, lewat surat inilah, aku ingin memulainya, Mah. Selagi masih ada waktu tersisa untuk kita. Aku ingin mengungkapkan semuanya…


Terima kasih…
Atas semua ketegaran yang kau tunjukkan padaku. Semoga, kelak aku bisa menjadi wanita setegar engkau yang tak pernah takut menghadapi ujian kehidupan ini.
Terima kasih…
Atas semua ketulusan yang kau berikan padaku. Semoga, kelak aku bisa menjadi ibu setulus engkau yang tak pernah berhasrat untuk dibalas segala kebaikannya.
Dan juga,
Maaf…
Atas segala air mata yang mengalir karena sikapku yang  tak sepatutnya padamu, karena harapanmu atasku yang belum juga ku penuhi, dan karena ketidak pekaanku pada perasaanmu.
Maaf…
Atas segala kata berharga dari dalam hatimu yang sering kusiakan, tak kuamalkan, bahkan kadang tak kudengarkan. Kuanggap itu semua sebagai ocehan dan omelan, bentuk dari kekesalan dan kebencianmu padaku. Kini ku tahu, itu adalah harta karun berharga untukku arungi kehidupan mendatang.
Mah…
Aku cuma ingin Mamah tahu, kalau aku juga sangat menyayangi Mamah…
Di balik semua kecuekanku, ketakpedulianku itu…
Aku selalu, selalu mengingat Mamah di setiap do’aku.
Kuharap, Mamah pun begitu, selalu…

Loving you as always, Mom.
Riana Yahya

Wahai Wanita.. Engkau Adalah Mulia


Mungkin bagi sebagian wanita.. akan tersirat dalam hatinya bahwa islam cenderung berpihak pada kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita. Tapi sungguh, Allah telah memuliakan wanita dengan pemuliaan yang pas, seimbang, tengah-tengah, adil, dan manis..

Bukan dari tulang ubun ia dicipta
Sebab bahaya membiarkannya dalam sanjung dan puja
Tak juga dari tulang kaki
Karena nista menjadikannya diinjak dan diperbudak
Tapi dari rusuk kiri
Dekat ke hati untuk dicintai
Dekat ke tangan untuk dilindungi
(kutipan dari buku Agar Bidadari Cemburu Padamu)

Memang Allah melebihkan akal dan kekuatan bagi laki-laki secara kuantitas (bukan kualitas lhoo ;)). Mengapa demikian? Karena memang tugasnya membutuhkan lebih banyak akal dan kekuatan dibanding wanita. Ia harus kuat karena harus menjaga istri dan anak-anaknya nanti. Ia harus berulang kali menggunakan akalnya sebelum bertindak, karena sekali ia bertindak, dampaknya akan luas dan berpengaruh.
Tapi toh Allah juga melebihkan banyak kelebihan bagi para kaum wanita.. kelembutan, sifat penyayang, dan perasaan yang lebih dominan. Sudah fitrahnya begitu, karena nanti ketika sang suami dan anaknya sedang terluka, ia yang akan tampil untuk memberikan pelukan dan ciuman hangat menyembuhkan, ia yang akan menangis haru memberikan apresiasi terbesar ketika sang suami dan anaknya mendapat penghargaan.
Kekurangan akal pada wanita bukanlah aib, cacat, ataupun cela. Begitu juga laki-laki memiliki kekurangan kepekaan dan kehalusan perasaan. Itu semua bukan aib. Semuanya adalah karunia Allah yang pas, tepat, dan adil.
Kekurangan dan kelebihan itu nanti akan bersatu.. menciptakan kehidupan yang Insya Allah sakinah mawaddah dan warahmah dalam keluarga yang dibina dan dibangun atas kecintaan terhadap Yang Maha Mencintai.
Lalu lantas bagaimana soal kepemimpinan dalam islam? Benarkan wanita tidak boleh menjadi pemimpin?

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diriketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)” (An Nisaa’ : 34)

Kalimat karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka dalam ayat ini menunjukan bahwa kapemimpinan ini berkaitan dengan kehidupan rumah tangga. Bukan dalam segala hal. Buktinya, Asy Syifa binti Abdullah Al Adawiyah pernah menjadi pemimpin jawatan pengawas pasar dimasanya, Aisyah pernah menjadi pemimpin pasukan didampingi Thalhah dan Az Zubair dalam Waqatul Jamal.
Pada hakikatnya, laki-laki dan perempuan bukanlah musuh yang saling bersaing dan merendahkan sesamanya, tapi laki-laki dan perempuan adalah satu regu, satu kelompok, satu tim. Untuk saling memahami, saling membantu, dan saling mendukung. Laki-laki dan perempuan adalah belahan yang tak terpisahkan..

‎"Sesungguhnya wanita adalah belahan tak terpisah dari lelaki" (HR Ahmad dan Al Baihaqi)

Sungguh suatu kemuliaan bagi seorang wanita ketika Rasulullah menyebut “Ibu.. “ sebanyak tiga kali, baru kemudian “ayah..”
Sungguh suatu kemuliaan bagi seorang wanita ketika Allah meletakan surgaNya dibawah telapan kaki seorang wanita, yaitu Ibu.
Sungguh suatu kemuliaan bagi seorang wanita ketika Rasulullah berkata “ Dunia ini penuh perhiasan dan perhiasan paling indah ialah wanita solehah.” (Hadis riwayat Muslim)
Maka.. tak perlu kita iri terhadap teman hidup kita seumur hidup, kaum laki-laki. Soal hal ini, Dia sendiri yang langsung menasehati kita, kaum perempuan, lewat suratNya yang berjudul An-Nisaa’, perempuan..

”Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (An Nisaa’ : 32)

            Coba sejenak bayangkan.. bagaimana jadinya dunia ini tanpa adanya sesosok wanita..

Tanpa Siti Hawa, barangkali tidak akan ada anak cucu Adam hingga generasi sekarang ini.
Tanpa Siti Khadijah , barangkali tidak ada yang beriman kepada Rasulullah ketika semua manusia ingkar, tidak ada yang membenarkan Rasulullah ketika semua manusia mendustakannya, tidaka ada yang membantu Rasulullah dengan hartanya ketika semua manusia menahannya, dan tidak ada pula keturunan dari Rasulullah.
Tanpa Aisyah , barangkali Rasulullah tidak dapat tertawa lepas untuk menghilangkan semua bebannya setelah menjalankan tugas beratnya, lalu menikmati kemanjaan Aisyah.
Tanpa kalian wanita-wanita muslimah.. barangkali para pejuang-pejuang kebenaran agama Allah itu haus akan dukungan, sokongan semangat, dari bidadari-bidadari pendampingnya di dunia ini. Barangkali mereka rindu sentuhan kelembutan, wadah keluh kesah menentramkan, setelah seharian berlelah-lelah di jalan Allah. Barangkali tidak akan ada lagi penerus, anak-anak shalih-shalihah yang memberi bobot kepada bumi dengan kalimat laa ilaaha illaLlah yang kelak akan lahir dari rahim kalian.
Ya Allah.. berikan kami kelapangan untuk menerima pembagian ini. Kami yakin Engkau adalah sebaik-baik Pencipta.

 Love you fiLlah,
Riana Yahya