“Damn! Why it’s
so hard to say
Secret feelings
locked away
Heaven knows
I’ve always
Felt so much for
you…”
Di sudut ruang café
yang temaran ini, suara merdu milik Kamga “Tangga” yang sedang mengisi live music di sini membawa fikiranku
menuju satu titik. Kamu.. Erin.
Why it’s so hard
to say? Sudah empat tahun lebih kita bersahabat,
Rin. Sejak waktu MOS di SMA dulu kita dikerjai oleh kakak kelas yang menyuruh
kita berakting sebagai sepasang kekasih. Setelah itu kita menjadi sahabat yang tak
bisa terpisahkan. Di mana ada kamu, pasti di situ juga ada aku.
Tapi, hampir selama itu pula aku memendam perasaan
ini, secret feelings locked away. Siapa
yang tak menaruh hati pada wanita lembut
nan anggun sepertimu? Ditambah lagi kecerdasan intelektualitas dan inner beauty yang kamu pancarkan. Hampir
semua pria normal di SMA kita mengagumimu, termasuk Robi, pria–yang
katanya–paling populer di sekolah kita.
Dan kamu–tanpa butuh banyak waktu–menyadari itu,
perasaan Robi yang ia tunjukan lewat perlakuannya yang berbeda padamu. Tapi
mengapa kamu tak pernah menyadari perasaanku? Even… Heaven knows I’ve
always felt so much for you.
“I’m not that
romantic
Even worse I’m
sarcastic sometimes
And now it’s
time I tell you this
What’s always
been my only wish…”
Kamga terus melanjutkan lantunan indahnya, yang
setiap bait liriknya menohok kalbuku dalam.
I’m not that
romantic. Aku tahu, aku tidak akan bisa berlaku
seperti Robi yang katamu sangat romantis itu–padahal menurutku dia seorang raja
gombal yang sangat memuakan, yang rutin mengirimimu puisi cinta setiap kali kamu bangun dan hendak tidur, yang rutin
memberimu bunga setiap kali perayaan anniversary
kalian, sebulan, dua bulan, tiga bulan, setiap bulan! Bagaimana aku tak muak
melihatnya?! Apalagi ketika ku tahu bahwa dia tak hanya mempersembahkan semua rayuan
itu kepadamu, tapi juga kepada Vivi, Dini, dan Riri.
Sengaja aku bungkam, tapi terus berusaha untuk
membuktikan agar kamu dapat melihat langsung kelakuan pria pujaanmu yang bejad
itu. Hingga suatu hari akhirnya matamu terbuka…
“Aku nggak percaya, kenapa Robi bisa nge-empatin
aku?! Apa salah aku? Apa aku kurang perhatian ke dia? Apa aku kurang…”
“Stop, Rin!!! Bukan kamu yang kurang, tapi emang
cowok bejad itu aja yang bajingan!!! Stop, stop nyalahin diri kamu sendiri!!!”
Ah… betapa bodohnya aku saat itu. Bukannya
menenangkanmu, aku malah membuatmu semakin terisak dalam. Ah… Even worse I’m sarcastic sometimes.
Maafkan aku, Rin.
Maafkan juga atas kepengecutanku selama ini. Yang
bahkan hingga perginya kamu ke negeri paman Sam untuk melanjutkan studimu di
sana, aku masih juga terdiam kelu memendam perasaan ini.
“Radit, radit, kan?! Apa kabar? Long time no see!”
Aku mengucek kedua mataku. Halusinasi kah? Kamu ada
di depanku sekarang, Erin?!
“Baik. Kamu… kamu bukannya di Amerika?” dengan
terbata kucoba menjawab sekenanya.
“Iya, aku ngelanjutin kuliah di sana. Tapi, sekarang
lagi libur summer, jadi aku pulang ke
Indo.”
Aku yakin, ini bukan sebuah kebetulan. Ini adalah
skenario terindah yang di buat Tuhan untukku. Bertemu denganmu malam ini…
And now it’s time I tell you this, what’s
always been my only wish…
“Erin, mumpung kamu ada di sini, aku mau ngomong
satu hal yang dari dulu aku pendam. Mungkin akan agak sedikit mengejutkan kamu,
but… whatever, I just can’t contain it again!”
“Eventhhought
I’m no spiderman or superman
I’ll be the one who guards you
Night and day and trust me
I don’t need no spiderweb or laser eyes
Cause you’re giving me
The strength to say
Share you life and be my wife…”
Kamu hanya menunduk diam, namun
jari-jarimu memainkan sebuah lingkaran mungil yang bertahtakan batu berkilauan
di jari manismu.
***
*Kisah
ini terinspirasi dari lagu tangga, yang berjudul sama seperti kissing ini, Be My Wife. Recommended for listening!
By: Riana Yahya
By: Riana Yahya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar