“Agashi, igeo..”
seorang ajumma menjulurkan setusuk
sosis yang dibalut kentang goreng yang dibentuk spiral.
“Gamsahabnida ajumma,
hajiman...” ah, bagaimana aku harus mengucapkankannya, bahwa aku seorang
muslim dan aku takut jika makanan yang diberinya itu bukan makanan yang halal.
Baru dua hari menginjakkan kaki di Negara ini, aku belum banyak tahu tentang
bahasanya, bahkan aku belum bisa membaca huruf Hangul.
“Joesonghabnida,
jeoneun muslim, geuleohge nan geogjeongeyo..”
huaaa.. ngomong apa sih nih gue?! Belajar bahasa korea cuma modal dari nonton
drama begini deh jadinya, bicara informal sama orang yang baru pertama kali
jumpa dan lebih tua pun, nggak sopan banget! Urgh.. mian haeyo ajumma , nan eotteohge?
“Jeo anmeoggo, joesonghabnida,
geurigo gamsahabnida.” Aku membungkukan badan hingga 90 derajat menyerupai
posisi ruku, meminta maaf tidak dapat mengambil makanan yang telah
diberikannya.
“Uri aideul…”
“Eomma…”
seorang lelaki berteriak dari kejauhan, memotong kalimat yang belum diselesaikan
ajumma ini.
Tak memakan waktu lama, dengan langkahnya yang
panjang-panjang lelaki itu sudah ada di depan kami. Berbicara kepada ibunya
dengan aksen Seoul yang lucu. Aku tersenyum sendiri, melihatnya seperti di
potongan drama yang kulihat di laptopku. Hanya ada satu dua kata yang aku
mengerti, eodi berarti dimana dan gidalyeo yang berarti menunggu. Hmmm..
sepertinya lelaki ini meminta ibunya menunggunya di suatu tempat, tapi ibunya malah
keluyuran menghampiriku.
“I’m sorry, Did
my mother make some trouble for you?” Assa..!,
berakhir juga pendiritaan gue, untung anaknya bisa bahasa inggris.
“No, no. She
just offering that food for me, but I can’t take that because I’m a muslim. I
worried that food is not halal. Please tell her about that. I can’t explain
that to her before, my Korean language is so bad.”
“Yes, I
understand.” Lalu lelaki itu menjelaskan kepada ibunya sambil sesekali
tersenyum, pun ibunya.
Selesai percakapan ibu-anak itu, ibunya kembali
menjulurkan sosis itu kepadaku.
“Take that. It’s
halal, it’s beef sausage, don’t worry. We’re muslim too.” Lelaki itu mengartikan
maksud dari tatapan ibunya kepadaku.
“Jinjja?” aku
terlonjak kegirangan, tapi masih separuh tak percaya. Mereka muslim pertama
yang kutemui di sini. Kemarin di acara penyambutan ayahku di kantornya, dari
beberapa puluh karyawannya tak ada satu pun muslim. Aku pun akhirnya menggerutu
kepada ayah-ibu, mengapa harus pindah ke Korea Selatan yang muslimnya menjadi
minoritas, sulit mencari masjid dan makanan halal. Tapi mau bagaimana lagi, ini
sudah tugas dari perusahaan ayah. Korea sekarang menjadi salah satu Negara produsen
barang elektronik tercanggih, hal ini tidak dapat dipungkiri.
“Ne, Our family
convert to Islam in 2009. I think Islam is our destiny. We feel peace, steady
and blessedness in Islam. ”
“Alhamdulillah,
barakallah ya akhi..” mendengar tuturannya menerbitkan titik-titik basah di
ujung mataku.
“Jeogiyo…” ajumma
itu kini menjulurkan gembok, satu
kepadaku dan satu untuk anaknya.
Aku dan lelaki yang belum aku tahu namanya itu,
mematung sejenak. Tak lama kemudian kami tertawa bersamaan.
“Aniyo, ajumma..anieyo”
kami baru saja bertemu, bagaimana bisa ajumma
ini berharap terlalu banyak pada kami?
“Eomma, geumanhe,
hajima. Ah jinjja, nareul waeirae?” Lelaki itu mengambil kedua gembok
itu dan memasukkannya ke saku mantel. Mukanya memerah seperti kepiting rebus. Gwiyeobda!
Kami berada di Namsan Tower saat ini. Di ketinggian
479.7 meter di atas gunung Namsan. Di menara ini ada sebuah kebiasaan dimana
para pengunjung mengaitkan sepasang gembok lalu membuang kuncinya. Mereka mengibaratkan
bahwa gembok itu adalah perwujudan dari cinta mereka yang telah terkunci dan
tidak dapat dipisahkan lagi.
“Sorry, my
mother.. hmm.. She wants have daughter in law that use hijab. But in korea, that’s hard to find someone
like… you…”
Vocabulary
Agashi = Girl
Igeo = This
Ajumma = Auntie
Gamsahabnida = Thank you
Hajiman = But
Joesonghabnida / Mian haeyo
= Sorry
Jeoneun / Jeo / Nan = I am
Geuleohge = So
Geogjeongeyo = Worry
Nan eotteohge? = What should I do?
Anmeoggo = Not eat
Geurigo = And / so
Uri aideul = My son
Eomma = Mother
Assa! = Yeeess!
Jinjja? = Seriously?
Ne = Yes
Jeogiyo = Excuse me
Aniyo / anieyo = No
Geumanhe = Stop it
Hajima = Don’t do it
Nareul waeirae? = Why you do
it to me?
Gwiyeobda = So cute
Tidak ada komentar:
Posting Komentar