Malam itu hujan memberikan kesempatan dua sahabat lama untuk berbincang
panjang. Sejak maghrib tetes-tetes dari langit itu tak kunjung lengang
ritmenya, hingga jam menunjukkan pukul 22.00 WIB. Handphoneku beberapa kali
berdering, pesan dari orang rumah yang mengingatkan bahwa sudah malam, dan
perintah untuk lekas pulang. Aku bilang di sini masih hujan cukup deras. Dan
mata minusku ini tidak siaga jika mengemudi saat hujan, apalagi di malam hari. Padahal
jarak dari rumah temanku ini tak jauh dari rumahku. Sekitar 10 menit jika
ditempuh dengan motor. Tapi ngeri juga kalau sudah malam begini, jalanan sudah sepi.
Maklum, kami bukan tinggal di kota besar, hanya di pinggiran. Akhirnya setelah
mendapatkan izin dari orang tua, aku memutuskan untuk menginap, memenuhi
permintaan sahabatku yang kebetulan bapak ibunya sedang tidak di rumah.
“Mungkin pada akhirnya wanita akan menyerah pada sesiapa yang
dinantikan dan diharapkannya. Seseorang yang disimpan dalam diam panjangnya,
maksudku. Berpaling pada seseorang yang lebih siap dan matang di hadapannya,”
ungkapku sambil menatap langit-langit kamar yang gelap. Lampu sudah sejak
berjam-jam tadi dimatikan, tapi kami masih tetap terjaga. Berbincang panjang
mengenai keresahan yang seperti benang kusut memenuhi pikiran.
“Iya, wanita cenderung akan begitu. Memilih yang pasti,” tambah lawan
bicaraku. Lalu ada hening yang lama. Suara hujan di luar semakin menenggelamkan
kami pada pikiran masing-masing.
“Tapi...,” aku ragu-ragu memecah keheningan, “bisa saja seseorang yang
disimpannya dalam diam panjangnya itu kelak benar-benar jadi sesorang di
hadapannya.”
“Tetep. Ngarep. Hahaha.”
“Hahaha,” aku ikut tertawa, “Terserah Allah aja lah. Siapapun.”
Karena Ia sebaik-baik pemberi kepastian.
“....and some say love is holding onAnd some say letting go”-Perhaps Love by John Denver-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar