Saya kira ini adalah efek dari mambaca buku “Indonesia
Mengajar”, semangat saya untuk menjadi pengajar muda begitu menggebu. Adalah
mulia, mengabdi ke pelosok nusantara untuk mencerdaskan tunas bangsa yang
terbilang masih jauh tertinggal dari peradaban dunia luar. Tentu dituntut
tekad, perjuangan, pengorbanan, dan keikhlasan untuk itu.
Saya hampir yakin, bahwa setiap orang yang telah membaca
buku Indonesia Mengajar akan berpikir tentang hal yang sama, “Saya ingin menjadi
pengajar muda!!” begitupun saya. Tapi sayangnya, tak sembarang orang yang bisa
menjadi pengajar muda. Selain harus mengikuti seleksi yang super duper ketat
dan menggugurkan beribu pendaftar pengajar muda lainnya, salah satu syarat
menjadi pengajar muda adalah sarjana, it
means sudah lulus kuliah, sedangkan saya baru akan menginjak semester
ketiga sekarang ini. Hufffftttt... -,-“
Tapi bukan Riana namanya kalo nggak cari jalan alternatif
lain, hehe.. ;D Kalau sekarang belum bisa ke pelosok negeri, kenapa tidak ke
lingkungan sekitar rumah dulu ajaa??! Kebetulan, tak jauh dari rumah ada PAUD
yang dikelola oleh guru madrasah saya dulu. Singkat cerita, melamarlah saya ke
Ustadzah Teti –Sang pengelola PAUD– dan Alhamdulillah.. diterima. Yey...!! :D
***
Saya ingat sekali, pagi itu, selasa 12/6 ketika saya
memasuki madrasah yang sekaligus difungsikan sebagai kelas PAUD, suasana sudah
ramai oleh suasana riang anak-anak yang sedang bernyanyi. Saya –yang datang
agak telat– langsung dengan PEDEnya mengambil tempat di depan anak-anak dan
ikut memandu mereka bernyanyi bersama Ustadzah Teti. Semua anak terlihat
keheranan atas kedatangan “makhluk asing” ke sekolah mereka. Hihi.. Saya
maklum, balas saja tatapan tanda tanya mereka itu dengan senyum bersahabat :)
Setelah sesi nyanyi selesai, anak-anak ini dibagi menjadi 3
kelompok belajar sesuai dengan umur dan kemampuannya. Saya kebagian kelas
paling bungsu, yang isinya kebanyakan adalah anak usia 3 tahun dan kemampuannya
paling minim dibanding yang lain. Ini foto mereka..
Bagaimana perasaan saya ketika pertama kali bertemu mereka?
Wooooww..!! I can’t explain that with a single world, apalagi pas mereka manggil,
“Ibu...!!” aaaaakk.. :’) *seriusan deh itu air mata udah penuh di pelupuk, tapi
ditahan karena takut ada anak yang nanya, “Ibu kenapa?” nah loooh!*
Sebenarnya, saya hanya memberikan sedikit yang saya bisa
untuk anak-anak ini, mereka lah sesungguhnya yang memberikan saya banyak sekali
pelajaran... tentang bagaimana baiknya berinteraksi dengan mereka, tentang
bagaimana membangun jembatan bathin antara saya dan mereka, tentang bagaimana
menghadapi karakter setiap anak yang tentunya berbeda-beda, dan masih banyak
lagi...
Ya, terima kasih anak-anak, kalian telah mengajari ibu
tentang segala hal itu, izinkan ibu terus belajar dari kalian, untuk menjadi seorang
ibu ysng baik, anak-anakku.. :’)
With Love,
Raina Yahya