Kaos kakinya mana, de?
Begitu kira-kira pesan singkat
yang dikirim oleh kakak kelas saya ketika kami sedang kumpulan reuni alumni SD
di rumah saya, Januari 2011 lalu. Dengan muka bersemu merah, saya otomatis langsung
ngibrit ke kamar saya setelah baca sms tersebut.
Afwan, ka. Tadi habis dari kamar mandi, lupa di pake lagi, hehe.
Balas saya, jujur.
Saat itu saya ingat betul, saya
ini baru mulai belajar beradaptasi untuk memakai kaos kaki. Sebelumnya, outfit favorite saya masih seperti
kebanyakan remaja di lingkungan saya; jeans, kaos, dan sandal –tanpa kaos kaki.
FYI, saya tidak pernah mondok di pesantren manapun, ikut rohis di sekolah
negeri saya pun tidak. Jadi, bisa kalian tebak lah, secetek apa pemahaman saya
tentang Islam saat itu.
Lalu, dari mana saya mengenal
kaos kaki ini? Ceritanya bermula dari keikutsertaan saya pada sebuah forum
kepenulisan terbesar di negeri ini, Forum Lingkar Pena (FLP). Waktu pertama
kali ikut pelatihan, bahkan saya bingung sendiri, ini forum kepenulisan apa
pengajian? Hehe. Habisnya, hampir semua wanitanya memakai rok, baju longgar,
jilbab lebar, dan... kaos kaki!
Nah, dari sini lah saya mulai ta’aruf
dengan si kaos kaki. kenapa sih harus pake kaos kaki? Ternyata jawabannya simple kok, dan seharusnya anak SD juga
udah ngerti. Yap, karena aurat wanita adalah seluruh tubuhnya, kecuali wajah
dan telapak tangannya. Seperti ini penjelasan dari tauladan kita, Nabi
Muhammad:
“Wahai
Asma’ sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidh) maka tidak
boleh baginya menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, seraya menunjukkan
wajah dan telapak tangannya.” [HR Abu Dawud]
Jadi, kaki juga termasuk aurat wanita yang wajib ditutupi, kan? :)
Jadi, kaki juga termasuk aurat wanita yang wajib ditutupi, kan? :)
Sayangnya, perihal kaos kaki ini
sering dianggap sepele oleh banyak kaum wanita, entah karena tak tahu atau tak
mau tahu. Makanya, saya terketuk untuk menulis unek-unek ini.
Firstly, mungkin memang nggak
mudah untuk menjalankan kebiasaan baru memakai kaos kaki. saya pun
merasakannya. Kadang suka kelupaan, seperti cerita saya di awal tadi. Kadang juga
suka wararegah (haduh... apa ya
bahasa Indonesianya? Se-ordo sama males lah ;D). Kadang malah diliatin dengan pandangan
agak “aneh” sama orang lain, “Nih orang, pake sandal kok tapi pake kaos kaki,
sih?” haha. Biarin aja deh... enjoy
aja. Niat kita liLlahita’ala, jangan
terlalu peduliin celaan ataupun pujian dari orang lain, ok?! Anjing menggonggong,
kafilah berlalu, kata peribahasanya mah.
InsyaAllah dengan niat yang kuat;
untuk melaksanakan perintahNya, semua akan dipermudah olehNya dan lama kelamaan
akan menjadi habit yang sudah menempel. Seperti yang sudah terbiasa pakai
kerudung, kalau keluar rumah nggak pakai kerudung, malu kan?
Begitu juga nanti kalau sudah
terbiasa pakai kaos kaki. kalau nggak pakai rasanya ganjil, aneh, malu. Bahkan kalaupun
kaos kakinya basah karena hujan atau kena becek, kita nggak akan rela
ngelepasnya. Pasti dibela-belain tetep pakai kaos kaki basah itu walaupun resikonya
kaki kedinginan dan masuk angin. Hehe. Trust me! ;D
30 Mei 2012
With Love,
Riana Yahya